Dokter See Hui Ti, ahli onkologi dan konsultan senior Parkway Cancer Centre, mengatakan, jika selama perawatan lanjutan diketahui kondisi pasien baik-baik saja, dokter akan mulai “melepaskan” pasien dari perawatan khusus.
Namun, kata Dokter See, kegembiraan pasien setelah mengetahui terapinya membuahkan hasil yang positif terkadang dirusak oleh kekhawatiran pasien sendiri. Kecemasan ini biasanya muncul dari dua kekhawatiran, yakni jika kelak penyakitnya terasa kembali atau kambuh; atau muncul serangan kanker kedua.
“Kekambuhan kanker berarti kanker pertama kembali dirasakan gejalanya. Sedangkan kanker kedua merujuk pada diagnosis kanker yang sama sekali baru, yang sering memengaruhi organ yang berbeda,” jelasnya.
Dokter See yang memiliki spesialisasi di bidang kanker payudara dan ginekologi, mengakui, pasien yang memikirkan diagnosis kanker kedua sering terpicu untuk stres. Pasien biasanya akan kembali mengingat masa-masa sulit perjuangan awal mereka menghadapi kanker pertama. Termasuk memikirkan orang-orang yang mereka cintai.
“Namun, kemungkinan terkena kanker kedua sebenarnya cukup rendah. Secara statistik, seorang pasien dengan kanker payudara memiliki setengah kemungkinan terkena kanker kolorektal di kemudian hari dibandingkan dengan seseorang yang tidak pernah mengalami kanker. Risiko terkena kanker sebagai akibat dari pengobatan untuk kanker awal Anda juga rendah, berkisar antara 2-10 persen,” ujar Dokter See.
Meski demikian, ia tetap menyarankan agar penyintas kanker tetap mau memitigasi risiko atau potensi serangan kanker kedua. Hal ini untuk menyiapkan mental dan fisik pasien akan kejadian-kejadian tak diinginkan di masa mendatang.
Pemicu kanker kedua
Risiko rendah bukan berarti tanpa risiko. Penyebab kanker kedua bisa beragam seperti halnya kanker pertama. Berikut beberapa faktor pemicu kanker kedua.
- Gaya hidup. Merokok, kelebihan berat badan atau obesitas, dan konsumsi alkohol yang berlebihan merupakan contoh gaya hidup yang dapat meningkatkan risiko kanker, baik bagi orang yang pernah mengidapnya maupun tidak. Genetika dan riwayat keluarga juga berperan.
- Waktu. Jika diagnosis kanker pertama terjadi pada masa kanak-kanak, maka pasien memiliki sedikit peningkatan risiko terkena kanker kedua. Ini bisa karena efek pengobatan atau kecenderungan genetik.
- Pengobatan. Penelitian menunjukkan bahwa metode pengobatan, seperti terapi radiasi dan kemoterapi yang digunakan untuk mengobati kanker sebelumnya, dapat sedikit meningkatkan risiko kanker kedua. Terapi radiasi, misalnya, dapat meningkatkan risiko leukemia dan tumor padat. Risiko-risiko ini berkembang dari waktu ke waktu. Leukemia yang disebabkan paparan radiasi sering kali berkembang dalam beberapa tahun setelah pasien menjalani pengobatan. Setelah itu, risiko untuk terkena kanker baru secara bertahap akan menurun. Sebaliknya, tumor padat mungkin memerlukan waktu satu dekade atau lebih untuk bermanifestasi setelah paparan radiasi.
- Faktor lain. Risiko tumor padat juga terkait dengan usia pasien pada saat menerima terapi radiasi, dosis yang digunakan, dan area yang dirawat. Beberapa organ, seperti payudara dan tiroid, dinilai memiliki risiko lebih tinggi untuk terserang kanker setelah terpapar radiasi.
Tidak perlu tes berlebihan
Risiko pasca perawatan pertama kanker, sering menimbulkan banyak pertanyaan di benak pasien. Namun, Dokter See menyarankan agar pasien berfokus pada gambaran yang lebih besar.
“Kebutuhan mendesak untuk mengobati dan mengatasi kanker pertama adalah yang terpenting. Manfaatnya jauh lebih besar daripada potensi risikonya di kemudian hari,” sebutnya.
Pasien sebaiknya melakukan sesi konsultasi rutin dengan dokter untuk mendapatkan wawasan yang diharapkan bisa membantu menenangkan pikiran. Pada sesi konsultasi, dokter akan berusaha mengidentifikasi ada tidaknya tanda-tanda awal kanker kedua.
Namun, munculnya kecemasan akan terjadinya kanker kedua, kerap mendorong pasien meminta tes untuk setiap jenis kanker yang mungkin terjadi. “(Tes) ini tidak disarankan, karena beberapa tes invasif yang melibatkan radiasi justru bisa lebih berbahaya daripada manfaatnya,” ungkap Dokter See.
Daripada meminta tes, akan lebih baik bagi pasien untuk mengikuti pedoman yang telah ditetapkan dalam mendeteksi secara dini timbulnya kanker. Pedoman ini menetapkan frekuensi dan jadwal skrining untuk kanker payudara, serviks, dan kolorektal.
“Jika perlu, kita dapat merujuk pada kriteria Wilson yang memberikan kerangka kerja untuk menentukan kapan harus melakukan tes atas potensi kanker kedua. Jika pasien hanya khawatir tentang diagnosis kanker lain tanpa gejala spesifik, saya menyarankan untuk tidak melakukan tes yang berlebihan,” lanjutnya.
Pasien ikut menekan faktor pemicu
Walaupun pasien tidak dapat mengendalikan genetika atau pengobatan di masa lalu, pasien bisa menekan sejumlah faktor pemicu kanker di masa depan. Berikut beberapa yang bisa dilakukan pasien.
- Stop merokok. Baik rokok konvensional maupun elektrik, jangan pernah dihisap lagi. Rokok elektrik mungkin tidak mengandung beberapa racun yang ditemukan pada rokok konvensional, tetapi bukan berarti bebas risiko. Aerosol rokok elektrik mengandung berbagai bahan kimia, beberapa di antaranya bersifat karsinogen.
- Berhenti konsumsi alkohol berlebihan. Mengonsumsi alkohol secara berlebih sudah terbukti menjadi pemicu berbagai jenis kanker, termasuk kanker payudara, hati, mulut, tenggorokan, kerongkongan, dan kolorektal. Alkohol merusak sel dan meningkatkan peradangan, yang keduanya merupakan jalur menuju kanker.
- Ubah pola makan yang buruk. Konsumsi lebih banyak buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian; serta kurangi makanan olahan, daging merah dan minuman manis. Orang yang menjauhi buah-buahan dan sayuran lebih berpotensi mengalami obesitas dan peradangan, dua faktor risiko yang mencetuskan kanker.
- Banyaklah bergerak. Rutinitas yang lebih banyak duduk atau berbaring bisa mendorong terjadinya obesitas dan ketidakseimbangan hormon, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kanker, terutama pada usus besar dan payudara. Oleh sebab itu, banyaklah bergerak dengan berolahraga.
Parkway Cancer Centre (PCC) dengan layanan premier yang komprehensif dan terintegrasi dapat mendampingi pasien melakukan deteksi dini dan perawatan yang tepat, sehingga dapat meningkatkan prognosis dan hasil terapi bagi yang mengidap kanker.